Senin, 23 Februari 2009

Eksplorasi Candi Sukuh

Bandung Mawardi

Candi Sukuh adalah situs sejarah di lereng Gunung Lawu. Keberadaan candi itu diperkirakan ada sejak abad XV. Candi Sukuh sebagai situs sejarah di Kabupaten Karanganyar terkenal dengan julukan “candi porno”. Candi Sukuh identik dengan kisah Sudamala dan relief lingga-yoni yang merepresentasikan seksualitas. Soekmono (1986: 114) menyebutkan bahwa relief di Candi Sukuh itu sederhana dan wagu seperti buatan orang-orang terpencil atau bukan ahli pahat batu.
Candi Sukuh selama ini terkesan kurang mendapat perhatian dari Pemkab Karanganyar. Program wisata sekadar jadi klaim tanpa realisasi yang konstruktif. Fenomena itu adalah sisi kecil kegagalan Pemkab Karanganyar dalam penurunan kunjungan wisata pada tahun 2008. Candi Sukuh memang bukan sekadar objek wisata tapi kunjungan yang sedikit membuat Candi Sukuh jadi sepi dan mungkin terabaikan.
Perhatian justru muncul dari kalangan seniman. Penari kondang Suprapto Suryodarmo (Padepokan Lemah Putih) kerap mengadakan festival seni di Candi Sukuh sebagai bentuk ikatan historis, batiniah, dan estetika. Laku seni itu melibatkan pelbagai seniman dari Indonesia dan luar negeri. Para seniman melakukan eksplorasi sebagai ikhtiar membaca dan menafsirkan alam, manusia, dunia, dan hidup.
Festival seni di Candi Sukuh pun melibatkan masyarakat dalam laku spiritual untuk mengekspresikan pujian dan permohonan keselamatan pada Tuhan. Candi Sukuh menjadi lokus untuk syukur manusia atas limpahan nikmat dan tanda peringatan untuk menyadarkan manusia atas ekologi dan humanitas dalam interaksi sosial. Pelbagai laku seni dan spiritualitas itu menunjukkan bahwa candi tidak sekadar sebagai objek wisata atau penelitian arkeologis.
Penari Mugiono pun pernah melakukan eksplorasi seni di Candi Sukuh dalam repertoar tari Mencari Mata Candi. Candi menjelma ruang meditasi, ruang inpirasi, panggung tari, dan sumber imajinasi. Pembacaan dan pemahaman candi sebagai ruang publik untuk seni dan spiritualitas tentu melengkapi pandangan candi sebagai situs sejarah. Pemanfaatan sebagai ruang publik tentu harus menaati undang-undang dan etika untuk pemunculan manfaat yang positif dan konstruktif.
Keberadaan Candi Sukuh mesti jadi perhatian kolektif dengan sinergi dari energi pemerintah, seniman, arkeolog, sejarawan, dan masyarakat. Candi Sukuh mungkin jadi ruang publik untuk eksplorasi seni, spiritualitas, pengetahuan sejarah, atau pendidikan kultural. Eksplorasi terhadap Candi Sukuh memang terbuka dengan pelbagai ide dan tindakan.
Eksplorasi dari seniman patut diikuti dengan perhatian Pemkab Karanganyar memberi perhatian maksimal atas Candi Sukuh. Eksplorasi kontruktif bisa dilakukan dengan melibatkan pelbagai institusi pendidikan, seni, dan kebudayaan untuk menjadikan Candi Sukuh sebagai acuan dalam pembelajaran sejarah dan ekspresi kultural. Program itu bisa dilakukan dengan pertimbangan memberi manfaat untuk pelbagai pihak dalam mengapresiasi dan mengeksplorasi Candi Sukuh secara positif dan konstruktif. Begitu.

Kompas Jateng (1o Februari 2oo9)

Tidak ada komentar: